Bisnis Jastip dari Luar Negeri Harus Bayar Pajak

Tak tersedia usaha yang tak memiliki tujuan untuk capai keuntungan, juga kalau kita coba peruntungan dengan melakoni usaha jastip … sementara liburan!

Nah! Masalahnya, apakah usaha jastip atau jasa titip yang ingin—atau biasa—kita lakoni ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku?

Jangan lupa, usaha yang keluar mudah dan beruntung ini nyatanya harus berurusan dengan pajak, lo. Terutama, kalau kita jalankan usaha jastip disaat liburan ke luar negeri.

“Sebenarnya, barang apa pun yang masuk dan diimpor, bakal dikenakan pajak. Kalau bepergian, namanya tersedia barang bawaan penumpang.

Barang bawaan penumpang punyai dua kategori lagi, apakah barang selanjutnya untuk kepentingan pribadi atau bukan untuk kepentingan pribadi?” mengetahui Deni Surjantoro, Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai.

Kalau kita berbicara berkenaan barang untuk kepentingan pribadi, maka aturan negara menentukan pembebasan pajak untuk sejumlah nilai barang.

Hal ini disebut dengan de minimis value, di mana di Indonesia, nilai barang yang masih bebas pajak, yaitu sebesar US$500 per orang.

“Kalau Anda beli tas, satu buah, harganya US$600, tersedia de minimis value atau pembebasan nilai pajak sebesar US$500,” mengetahui Deni.

Sehingga tersedia selisih US$100, ini bakal dijadikan basis penetapan pajak yang harus dibayarkan. Kalau belinya satu, umumnya untuk kepentingan pribadi.

Bagaimana terkecuali barang-barang yang kita bawa bukan untuk kepentingan pribadi, atau untuk urusan jastip?

Deni mengatakan, de minimis value tadi tidaklah berlaku.

Sehingga, terkecuali kita belanja 10 buah tas dengan harga masing-masing berkisar US$600, maka basis penetapan pajak selanjutnya dihitung dari US$600 dikali 10 tas tadi.

Lho, bukannya beli 10 tas tak selalu bermakna jastip?

“Enggak mungkin, kan, beli 10 buat kepentingan pribadi? Kami, kan lihat profilnya juga. Ada professional judgement. Anda siapa? Artiskah? Masa iya, membawa 10 buah untuk oleh-oleh? Kan mewah sekali,” sebut Deni.

Kalau sudah begini, menjadi berapa besaran pajak yang harus kita bayarkan terkecuali rela usaha jastip?

Dari nilai basis pajak, kita harus membayar bea masuk senilai 7,5%, dilengkapi PPN (pajak bertambahnya nilai) sebesar 10%, dan PPh (pajak penghasilan) sebesar 10% untuk yang punyai NPWP dan 20% untuk yang tidak punyai NPWP.

Biaya-biaya ini, nantinya harus kita bayarkan segera ke petugas bea cukai di bandara atau pelabuhan, memanfaatkan kartu pembayaran (debit/kredit) dan dibayarkan melalui mesin EDC.

Kenapa tak boleh memakai duit tunai?

Tak tersedia usaha yang tak memiliki tujuan untuk capai keuntungan, juga kalau kita coba peruntungan dengan melakoni usaha jastip … sementara liburan!

Nah! Masalahnya, apakah usaha jastip atau jasa titip beli barang dari luar negeri ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku?

Jangan lupa, usaha yang keluar mudah dan beruntung ini nyatanya harus berurusan dengan pajak, lo. Terutama, kalau kita jalankan usaha jastip disaat liburan ke luar negeri.

Sebenarnya, barang apa pun yang masuk dan diimpor, bakal dikenakan pajak. Kalau bepergian, namanya tersedia barang bawaan penumpang.

Barang bawaan penumpang punyai dua kategori lagi, apakah barang selanjutnya untuk kepentingan pribadi atau bukan untuk kepentingan pribadi?” mengetahui Deni Surjantoro, Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai.

Kalau kita berbicara berkenaan barang untuk kepentingan pribadi, maka aturan negara menentukan pembebasan pajak untuk sejumlah nilai barang.

Hal ini disebut dengan de minimis value, di mana di Indonesia, nilai barang yang masih bebas pajak, yaitu sebesar US$500 per orang.

“Kalau Anda beli tas, satu buah, harganya US$600, tersedia de minimis value atau pembebasan nilai pajak sebesar US$500,” mengetahui Deni.

Sehingga tersedia selisih US$100, ini bakal dijadikan basis penetapan pajak yang harus dibayarkan. Kalau belinya satu, umumnya untuk kepentingan pribadi.

Tempat Wisata Rekomendasi Bisnis Jasa TitipNovita Putri/NOVA

Tempat Wisata Rekomendasi Bisnis Jasa Titip

Baca Juga: Wah, LRT Buka Uji Coba Gratis, Sudah Coba Belum? Begini Cara Daftarnya

Bagaimana terkecuali barang-barang yang kita bawa bukan untuk kepentingan pribadi, atau untuk urusan jastip?

Deni mengatakan, de minimis value tadi tidaklah berlaku.

Cegah diabetes untuk selamanya!

Seorang dokter terkenal sudah mendapatkan metode menyingkirkan rasa sakit pada lutut dan persendian

Diabetes Bukan Dari Makanan Manis! Temui Musuh Utama Diabetes

Seorang dokter terkenal sudah mendapatkan metode menyingkirkan rasa sakit pada lutut dan persendian

Sehingga, terkecuali kita belanja 10 buah tas dengan harga masing-masing berkisar US$600, maka basis penetapan pajak selanjutnya dihitung dari US$600 dikali 10 tas tadi.

Lho, bukannya beli 10 tas tak selalu bermakna jastip?

“Enggak mungkin, kan, beli 10 buat kepentingan pribadi? Kami, kan lihat profilnya juga. Ada professional judgement. Anda siapa? Artiskah? Masa iya, membawa 10 buah untuk oleh-oleh? Kan mewah sekali,” sebut Deni.

Kalau sudah begini, menjadi berapa besaran pajak yang harus kita bayarkan terkecuali rela usaha jastip?

Dari nilai basis pajak, kita harus membayar bea masuk senilai 7,5%, dilengkapi PPN (pajak bertambahnya nilai) sebesar 10%, dan PPh (pajak penghasilan) sebesar 10% untuk yang punyai NPWP dan 20% untuk yang tidak punyai NPWP.

Biaya-biaya ini, nantinya harus kita bayarkan segera ke petugas bea cukai di bandara atau pelabuhan, memanfaatkan kartu pembayaran (debit/kredit) dan dibayarkan melalui mesin EDC.

Kenapa tak boleh memakai duit tunai?

Tentu, untuk menghindari kecurangan.

Nantinya, setelah kita sudah selesai membayar pajak atas barang-barang bawaan kita—yang lebih-lebih untuk dijadikan barang “jualan” jastip—maka kita bakal mendapat billing atau invoice sebagai bukti pembayaran.

Nah, saat ini Sahabat NOVA sudah paham, kan, berkenaan aturan pajak di dalam berbisnis jastip?